RESIMEN MAHASISWA

Friday, December 30, 2005

MENWA DALAM SOROTAN MEDIA

Secara tidak sengaja ketika saya gogling menemukan berita tentang Menwa di situsnya Pikiran Rakyat, "korannya" Jawa Barat. Selengkapnya silahkan simak di sini http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/kampus/2005/151205/index.htm.

Wednesday, December 28, 2005

Nasib Menwa Tahun Depan?

Tahun 2005 sebentar lagi berlalu. Bagi bangsa Indonesia tahun 2005 memang tahun penuh bencana. Bagaimana dengan Menwa di tahun 2005 ini? mari kita lihat bersama?
Diawal tahun kiprah Menwa "cukup" bersinar karena keikutsertaannya dalam evakuasi bencana di Aceh. Hanya cukup? ya, karena sebenarnya dengan potensi yang dimilikinya Menwa harusnya lebih bersinar lagi pada event tersebut. Pada awal bencana Aceh sukarelawan yang mempunyai kemampuan gabungan antara otot dan pengalaman lapangan yang di butuhkan. Hal ini terbukti dengan efektifnya tenaga militer pada seminggu awal bencana terjadi. Setelah fase evakuasi yang ternyata sampai berbulan-bulan, kemudian di lanjutkan fase restrukturasi. Dalam fase ini dibutuhkan berbagai macam keahlian yang sesuai dengan bidangnya. Keahlian teknik untuk merestrukturasi sarana dan prasarana fisik di aceh, baik itu jalan, jembatan, sarana komunikasi dll. Dibutuhkan pula keahlian bidang sosial untuk merestrukturasi segi psikis korban bencana. Psikolog, antropolog, tenaga pengajar, dll sangat di butuhkan dalam fase ini.
Resimen Mahasiswa dengan potensinya harusnya bisa berperanan penting dalam semua fase tersebut. Memang dalam fase evakuasi kiprah Menwa tidak di ragukan lagi, fakta membuktikan sukarelawan dari Menwa adalah sukarelawan yang paling efektif setelah tenaga dari militer. Pada fase berikutnya sebenarnya tenaga dan potensi Menwa sangat cocok. Karena di butuhkan pengalaman lapangan dan juga keahlian di berbagai bidang ilmu. Memang pada saat pengiriman pada awal bencana sukarelawan dari Menwa sudah ada yang di jadikan tenaga pendidik penganti sementara.
Peristiwa lain yang cukup memprihatinkan adalah, nasib Rakornas Menwa yang seharusnya di selenggarakan tahun 2005 ini tetapi sampai sekarang belum ada kejelasan pelaksaanannya. Resimen Mahawijaya yang semula sudah bersiap menjadi tuan rumah, terpaksa mundur, karena ada kebijakan Rakornas akan di selenggarakan oleh pihak Dephan.
Ada secercah harapan tentang nasib Menwa dengan di laksanakannya Munas Ikamenwa Indonesia pada pertengahan tahun ini. Tetapi hal tersebut kemudian menjadi anti klimaks karena setelah Munas selesai dan terbentuk kepengurusan yang baru (walaupun dengan ketua umum yang lama), ternyata kiprah dan sepak terjanganya belum cukup untuk bisa menganggkat pamor menwa.
Harapan baru lain muncul ketika Suskapin yang setelah sekian lama vakum kembali di laksanakan walaupun penyelenggara bukan dari pemerintah pusat, tetapi oleh Menwa Mahakarta. Dalam pelaksaan tentunya masih banyak kekurangan, tetapi hal tersebut harus di perbaiki di masa datang. Mungkin tempat pelaksanaan bisa berpindah ke Resimen yang lain dan dengan kepanitiaan gabungan dari seluruh Resimen yang ada.
Masih banyak event dan peristiwa lain yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu disini, tetapi yang jelas Tahun 2005 keliatan tahun yang datar bagi perjalanan Menwa.
Bagaimana dengan tahun depan? semoga Menwa semakin berjaya!!!!!
Satukan tekad, samakan langgkah demi kemajuan Menwa, bangsa dan negara!!!!!!

Monday, December 26, 2005

SELAMAT HARI NATAL & TAHUN BARU 2006

Saturday, December 24, 2005

SAYA MALU DAN MENYESAL JADI WARGA NEGARA RI?

Berikut ini saya tampilkan sesuatu yang mungkin cukum menarik yang beredar di milist yonsatu@mahawarman.net. Tulisan tersebut juga beredar di milist-milist yang lain, dan telah dimuat di edisi online majalah Gatra di http://www.gatra.com/2005-12-23/artikel.php?id=90879
Doha-Qatar, 14 Desember 2005
Assalamu'alaikum waramatullahi wabarakatuh,
Kepada Yth:
1. Bapak Menteri Tenaga Kerja RI.
2. Bapak Menteri Sekretaris Kabinet RI.
3. Bapak Menteri Perhubungan RI
4. Bapak Ketua DPR RI
5. Bapak Komisi Tenaga Kerja DPR RI
6. Bapak Juru Bicara Presiden R.I
7. Bapak Duta Besar RI di Qatar
Tembusan:
1. Koran Kompas
2. Koran Tempo
3. Koran Media Indonesia
Pertama-tama kami doakan dari rantau-padang pasir Arab yang keras, tandus ini, semoga bapak-bapak dalam keaadan lindungan dan rahmat Allah SWT, amin.
Bapak-bapak yang terhormat,Berikut ini kami lampirkan satu cerita nyata yang sangat menyedihkan sekaligus menjengkelkan yang dialami oleh seorang teman, saudara kami yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak punya hati nurani, tidak bermoral, alias biadab dari DepartemenTenaga Kerja dan Departmen Perhubungan Republik Indonesia Jakarta.Dan sesuai pertemuan kami dengan Bpk. Duta Besar RI di mesjid Alkhor Doha, Qatar pada bulan Ramadhan yang lalu, bahwa bilamana ada pemerasan-pemerasan macam ini dimana jelas nama oknumnya, jabatannya, tolong diinformasikan kepada beliau karena bapak Sudi Silalahi telah berjanji untuk memecat yang bersangkutan.Karena kejadian ini bukanlah yang pertama dialami oleh rekan-rekan kami, dan banyak sudah pengalaman serupa, tapi baru sekaranglah kami dapat menceritakan secara lengkap termasuk nama, nomor telepon dari oknum-oknum yang terlibat.Berangkat dari kenyataan inilah, agar bapak-bapak dapat mepertimbangkan permohonkan kami sebagai berikut:
1. Mengambil tindakan tegas kepada oknum bersangkutan.
2. Meninjau kembali Peraturan tersebut serta mencabutnya jika diperlukan
3. Menyediakan satu tempat di Bandara Cengkareng/Medan untuk mengurus rekomendasi tersebut.
4. Mengembalikan semua uang yang dipungut secara paksa kepada kawan kami tersebut.
Demikianlah surat ini kami buat dengan harapan mendapat perhatian serius dari bapak-bapak, dan serta tidak lagi terulang kejadian yang sama di masa-masa yang akan datang.
Atas Nama,Tenaga Kerja Indonesia Sektor MIGAS di Qatar.
Wassalamualaikum W.W.
Pengurusan Rekom Depnaker
Nama Saya : Rustam Andeskun Bin Yurnalis
Passport No : M 763721
Calling Visa No : 032005197658
Saya mendapat pengalaman cukup menyakitkan terhadap perlakuan bangsa saya. Di dalam negeri tidak ada lapangan kerja. Pergi ke luar negeri saya dipersulit dan diperas.Beda apa yang saya tahu di negara Filipina, pemerintah bersama aparat, mereka dibantu habis-habisan oleh negara dianggap sebagai pahlawan Devisa. Saya Malu dan Menyesal Jadi Warga Negara RI?
Kronologisnya sbb :
Saya dapat calling visa tgl 09 November 2005 di kirim oleh majikan ke Padang Berangkat ke JKT naik Bus dan mengurus konfirmasi keberangkatan tgl 16 November 05 di Gulf Air. untuk berangkat 30 November 2005. Dengan modal calling visa dan PTA (paid advance ticket) Gulf Air memberikan tiket dan confirm keberangkatan kepada saya.
Tgl 18 November 05 saya ke Bandara Sukarno Hatta jam 11 malam dengan membawa : calling visa, ticket, kartu Depnaker Padang. Bagian ticketing tidak mau mengeluarkan boarding pass dan meminta saya untuk menghadap ke Depnaker Bandara lantai-II. Sebelumnya saya dipanggil oleh Satpam Bandara dan Polisi, meminta dan melihat passport saya, dia menanyakan apakah anda teroris ke luar negeri? Saya jawab "tidak", dia lanjut tanya kenapa ke luar negeri, saya jawab hidup susah di negeri sendiri. Anda harus memiliki surat bebas teroris. Saya taya dimana mengurusnya, urus didaerah masing-masing Pada waktu jumpa saya dengan petugas Depnaker Bandara saya dinyatakan tidak bisa berangkat dan diminta menghadap ke Depnaker Ciracas Jakarta esok Tgl 19 November2005 saya pergi dan menghadap Depnaker Ciracas, nama petugas Turiman (bgn registrasi). Membeli materai Rp 6000, isi formulir (surat pernyataan penduduk luar negeri / urus perjanjian kerja sendiri) dan menyerahkan kembali kebapak ke Turiman. Oleh pak Turiman saya diminta mengahadap Bapak Hariyanto NIP: 160047115 (an. Kasubdit Penyediaan Penempatan Dan Kerjasama Kawasan II, Kasi Penempatan Dan Kerja Sama). Sebelum menghadap, Satpam marah-marah dan mencegat saya tidak dibolehkan menghadap Pak Hariyanto. Namun saya berusaha masuk dan dan dapat menemui Bapak Hariyanto pada saat Satpam lengah sibuk melayani calo-calo PJTKI karena saya menyaksikan calo tsb memberikan uang Rp 50.000 kepada Satpam tsb.
Pada pertemuan bapak Hariyanto beliau minta surat agreement kerja dan calling visa dan kartu Depnaker dari Padang. Saya serahkankan calling visa saja, selain itu saya tidak punya. Walau saya telah mencoba memohon agar Rekom Depnaker diberikan . Tapi Pak Hariyanto tidak meberikan surat Rekom tsb. Saya diusir keluar untuk mengurus kontrak kerja dengan majikan di Qatar dan meminta kartu kuning/suratpencari kerja Depnaker dari Padang. Di luar di ruang informasi saya dipanggil Satpam (Sugianto, telpon 081585248501) bersama para calo-calo sekitar 6 orang, salah satu namanya Irwan, no telpon : 08176712652. Katanya, kalau mau selesai Rekom bayar Rp 3.000.000 tanpa persyaratan surat Rekom Depnaker bisa keluar. Karena saya tidak punya uang, saya tidak mampu membayar.
Saya kembali lagi ke Padang naik bus selama 4 hari (PP) dan kembali ke JKT Tgl 23 November 2005, di Padang saya berhutang sama tetangga Rp 1.500.000. Kemudian menghadap lagi ke bapak Turiman Depnaker Ciracas dengan membawa agreement contrak yang baru saja di fax dari Qatar dan kartu Depnaker Padang, membeli lagi materai Rp 6000 dan mengisi lagi formulir. Oleh pak Turiman saya disuruh menghadap bapak Hariyanto lagi.Saya serahkan surat yang diminta sebelumnya, namun Rekom Depnaker juga tidak diberikan, diminta lagi agar kontrak kerja di legalisir oleh KBRI di Qatar, juga surat kontrak asli yang telah dilegalisir oleh KBRI Qatar. Biaya saya telah habis, sedang Rekom belum juga keluar. Saya telah benar-banar kesal keinginan membunuh dalam hati muncul sambil keluar terus air mata kekesalan saya, dan Satpam (pakai topi haji) mencemooh saya dan berkata serahkan saja Rp 2.000.000 kedia urusan bisa selesai, aman dan lancar. Sedang saya tidak punya biaya sebesar yang diminta.Tgl 26 November 2005 saya kembali lagi ke Padang untuk mencari uang dan sambil menghilangkan rasa kesal, sedih, sakit hari, marah. Di Padang saya jual emas orang tua (paun rupiah emas) laku Rp 2.550.000. Kembali lagi ke JKT kali yang ke III, menghadap lagi Pak Hariyanto dengan membawa surat copy kontrak kerja yang disahkan oleh Labor Dept Qatar, kartu Depnaker Padang, calling visa. Oleh Pak Hariyanto juga tidak mau mengeluarkan Rekom Depnaker. Lantas saya keluar, nampak sama pak Turiman saya dipanggil dan saya disuruh menghadap kantor Depnaker Pusat Jalan Gatot Subroto lantai 6 menghubungi Bapak Triadi. Saya ke sana ketemu degan Bapak Triadi, saya serahkan semua surat yang saya miliki. Jam 3.05 sore tgl 26 November 2005. Saya disuruh mnghadap kembali pak Triadi besok. Pagi tgl 27 November 05, pak Triadi tidak ditempat. Saya menunggu diruang tunggu selama 5 jam mulai 8.00 s/d 12 siang. Jam 12 pak Traidi datang disuruh saya photo copy seluruh surat-surat. Saya serahkan copy, saya disuruh pulang dan diminta datang lagi besok pagi.Tgl 28 pagi jam 11 saya tiba dikantor Depnaker pusat Jalan Gatot Subroto menghadap lagi Bapak Triadi. Saya disuruh menunggu karena surat-surat banyak s/d jam 4.00 sore. Saya disuruh pulang dan datang lagi besok tgl 29 November 05. Tgl 29 datang lagi jam 9.00 pagi, disuruh membayar / stor bank BRI Jln. Ampang sebesar 15 USD. Naik ojeck ke jln Ampang, dan bayar 15 USD. Jam 11.00 selesai pembayaran. Kembali lagi ke bapak Triadi lantai 6, serahkan surat bukti pembayaran BRI 15 USD. Saya disuruh pulang karana atasannya yang menanda tangani surat syarat-syarat Rekom sedang rapat.Tgl 30 November 05 kembali ke Depnaker Gatot Subroto, tiba 10.00 pagi, jam 1.00 siang baru diberikan berkas surat (dalam amplop tertutup, tidak tahu apa isinya) disuruh bawa ke Depnaker Ciracas untuk mendapatkan Rekom tsb. Di kantor Depnaker Gatot Subroto sangat terkesan saya petugas acuh tak acuh dan tidak mau melayani urusan perorangan, kecuali PJTKI atau calo-calo.
Tgl 01 Desember 2005 saya kembali Depnaker Ciracas menghapap bapak Turiman, isi lagi formulir dan beli lagi materai Rp 6000 dan membayar Jamsostek 40 USD dan menyerahkan amplop tertutup ke Pak Turiman. Surat formulir baru diserahkan kepada Pak Hariyanto dan menunggu s.d jam 6.00 sore. Pada jam 6.00 sore ini baru saya diberikan surat Rekom yang sebenarnya setelah urusan 12 hari pengurusan.
Tgl 12 Desember 2005 berangkat ke Bandara Sukarno Hatta dengan mambawa ticket, passport dan rekom Depanker. Dibandara surat REKOM Depnaker sama sekali tidak ditanyakan sampai saya saya tiba di Qatar.
Bagaimana tanggapan anda atas kejadian ini? silakahkan memberikan komentar di bawah ini

Thursday, December 22, 2005

Pertahanan Nirmiliter

Berikut ini adalah artikel dari Bapak Makmur Keliat, Direktur Eksekutif Center for East Asian Cooperation Studies (CEACoS), Universitas Indonesia. Artikel ini di sampaikan beliau pada Seminar Strategi Pertahanan Nasional "Revitalisasi Peran Perguruan Tinggi Dalam Strategi Pertahanan Negara", yang di selenggarakan Pada Sabtu, 17 Desember 2005, oleh Menwa UGM di Yogyakarta. Artikel ini kemudian dimuat di Harian Kompas edisi Rabu, 21 Desember 2005.
Pertahanan Nirmiliter
Makmur Keliat
Mengapa kita perlu menyebarluaskan gagasan pertahanan nirmiliter? Bukankah seharusnya pertahanan itu urusan tentara saja? Selain argumentasi legalistis-formal dengan merujuk UUD RI 1945 (Pasal 30 Ayat 2) dan Undang-Undang Pertahanan Negara (Pasal 8 Ayat 2), seperti diungkapkan Juwono Sudarsono (Kompas, 20/9/2005), mungkin perlu dicari argumen lain. Globalisasi telah mengakibatkan negara bukan hanya satu-satunya aktor yang memiliki jaringan (network) dan melakukan pertukaran atau transaksi lintasnasional, tetapi juga komunitas, lembaga-lembaga internasional, organisasi nonpemerintah (NGO), dan perusahaan multinasional. Selain aktor yang kian beragam, globalisasi juga mengakibatkan kerumitan dalam pengorganisasian ruang dan wilayah. Dampak globalisasi Globalisasi mengakibatkan batas-batas apa yang disebut isu lokal, nasional, dan internasional menjadi kabur. Karena kemajuan pesat teknologi komunikasi, isu lokal dapat cepat ditransformasikan menjadi isu nasional dan internasional. Sebaliknya, isu internasional cepat masuk ke ruang-ruang yang selama ini dikategorikan nasional dan lokal. Meski perang AS-Irak, misalnya, jauh dari Indonesia, tetapi gaung politiknya masuk ke dalam negeri. Demikian juga aksi teroris di Bali berdampak politik skala nasional dan nasional. Ada tiga dampak dari proses globalisasi terhadap kehidupan manusia dan pembuatan kebijakan. Pertama, pada tataran identitas dan loyalitas. Negara nasional, meminjam pemikiran David Held dkk (1999), kini bukan lagi satu-satunya institusi bagi manusia untuk menunjukkan identitas dan loyalitasnya, tetapi telah disaingi berbagai jaringan yang dapat berskala lokal, nasional, regional, dan sekaligus lintasnasional. Meski demikian, pada saat yang sama alternatif terhadap negara sebagai institusi politik tampaknya belum menjadi sesuatu yang feasible. Gerakan separatis, sebagai produk puncak dari menguatnya otoritas lokal, sebagai misal, bukan penolakan terhadap negara, merupakan refleksi kerinduan terhadap negara. Karena itu, fungsi keamanan negara (security function of state) tampaknya tidak pernah dapat dihilangkan sepanjang negara itu ada. Menurut TV Paul (2003) hanya dua negara, yaitu Panama dan Haiti, yang telah menghilangkan kekuatan militernya dan menganut model Kosta Rika setelah berakhirnya Perang Dingin. Namun, harus pula dicatat, penghilangan kekuatan militer tidak serta-merta menjamin fungsi kesejahteraan negara (welfare function of state) jadi lebih baik. Laporan Bank Dunia (2004), misalnya, menyebutkan, untuk 2001-2002 Panama mengalami pertumbuhan GDP negatif (-0,7 persen), begitu juga Haiti (-2,7 persen), dan Kosta Rika tumbuh positif sekitar satu persen. Kedua, derajat ketidakpastian yang kian besar. Ketidakpastian itu, meminjam pemikiran Anthony Giddens (1998), sebagai ketidakpastian yang dibuat oleh manusia sendiri (manufactured uncertainty). Globalisasi telah menghasilkan transformasi besar. Ironisnya, transformasi yang telah dibuat manusia amat sulit dikendalikan. Proses globalisasi, sebagai akibat kemajuan teknologi sebagai misal, mengakibatkan batas-batas negara dari menit ke menit menjadi amat terbuka terhadap penetrasi pihak luar dan otonomi negara untuk menentukan jalan hidupnya amat berkurang. Akibatnya, ada ruang abu-abu amat besar antara isu ekonomi, politik, dan keamanan. Sebagai misal, hancurnya arsitektur moneter dan finansial internasional sejak 1970-an memberi peran besar terjadinya krisis keuangan di Asia Tenggara tahun 1997, disusul kerusuhan sosial di beberapa tempat di Indonesia. Ketiga, pendefinisian tentang ancaman menjadi amat lentur. Jika pandangan top down digunakan, ada alasan menjadi optimis untuk melihat masa depan. Tidak pernah berlangsung perang besar (major war) antar-aktor adikuasa (great power) selama 50 tahun terakhir. Konklusinya, statecraft masih penting. Negara berdaulat masih akan merupakan aktor penting dalam perpolitikan dunia, khususnya dalam pengaturan kekerasan, pembangunan hukum, dan dalam manajemen hubungan eksternal. Namun, seperti diungkap Ken Booth (1998), jika pandangan bottom up yang digunakan, berarti menggunakan perspektif dari kelompok miskin (the poor), optimisme itu tampaknya tidak memiliki landasan kuat. Gambaran masa depan akan amat berbeda karena kelompok miskin masih merupakan mayoritas terbesar dari manusia yang hidup dalam lima puluh tahun terakhir dan kemungkinan akan tetap bersama kita di masa depan. Tampaknya, perspektif dari kelompok miskin perlu lebih diperhatikan di masa depan karena aneka ketimpangan pada tataran masyarakat itu dapat dengan dengan mudah ditransformasikan menjadi sumber-sumber kerawanan untuk tidak percaya kepada negara. Akibatnya, pendefinisian tentang ancaman bukan hanya berkaitan urusan statecraft atau penghindaran perang militer, tetapi telah menjadi amat luas. Itu sebabnya, kita kini mengenal istilah-istilah perang ekonomi, perang intelijen, maupun perang melawan kemiskinan. Barangkali itu pula sebabnya, Joseph J Romm (1993), pakar keamanan nasional di AS, suatu saat mendefinisikan ancaman dalam kalimat yang amat luas, ”segala hal yang dapat menyempitkan pilihan-pilihan kebijakan yang tersedia bagi pemerintah”. Dua prasyarat Jika kita bertolak dari batasan definisi semacam ini, upaya pengurangan ancaman berarti sama dengan upaya memperluas pilihan kebijakan bagi pemerintah. Jika kita percaya dengan ungkapan ini, ada kebutuhan amat mendesak bagi pemerintah untuk memperluas pilihan kebijakan dalam era globalisasi. Upaya untuk memperluas pilihan kebijakan hanya dapat dilakukan jika para pembuat kebijakan dapat melakukan kerja sama dengan pihak luar, terutama dengan universitas dan kalangan akademisi. Pengalaman AS dalam masa Perang Dunia II mungkin dapat dijadikan rujukan guna menciptakan kerja sama itu. Melalui pembentukan lembaga khusus, yang disebut Office of Scientific Research and Development (OSRD) tahun 1941, kekuatan militer AS dan sekutunya, disebutkan Maxine Singer (2001), telah memberi kontribusi yang signifikan bagi kemenangan pihak sekutu dalam Perang Dunia II melalui berbagi penelitian dan temuannya, seperti radar, bom atom, dan obat-obatan. Menarik mencatat anggaran penelitian dan pengembangan tentara AS saat itu, amat minim, yaitu sekitar 0,6 persen dari seluruh anggaran pertahanan negeri itu. Namun, menurut Singer, ada dua prasyarat yang harus dipenuhi untuk mengembangkan kerja sama itu. Pertama, penelitian dan temuan yang dilakukan ilmuwan bukan ditujukan untuk mengambil alih tanggung jawab tentara dalam masalah teknis peperangan. Hal ini disebabkan selalu ada kekhawatiran dari kalangan militer terhadap intervensi sipil dalam masalah internal tentara. Sebagai misal, ada perjuangan yang panjang dari ORSD untuk meyakinkan Angkatan Laut AS agar menggunakan pesawat udara yang dilengkapi radar guna menghadapi kapal selam Jerman. Kedua, militer dan kalangan komunitas akademis mau dan mampu mencari jalan tengah dari hakikat dan watak kehidupannya yang amat berbeda. Karena, menangani soal-soal keamanan nasional, seluruh aktor yang terlibat di dalamnya, baik tentara, polisi, maupun intelijen, biasanya amat hirau dengan masalah kerahasiaan. Sebaliknya, kalangan akademisi justru amat hirau dengan persoalan publikasi karena kualitas temuan dan gagasannya akan kian memperoleh reputasi yang kian tinggi jika ada ruang untuk dikritisi. Dua prasyarat itulah yang tampaknya menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mewujudkan konsep pertahanan nirmiliter itu di masa depan.
MAKMUR KELIAT Direktur Eksekutif Center for East Asian Cooperation Studies (CEACoS), Universitas Indonesia
Untuk versi online artikel ini bisa di klik di http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/21/opini/2305386.htm
Semoga bermanfaat

Selamat Datang

Widya Castrena Dharma Sidda Selamat datang di blog menwa. Ketika saya mulai mengenal blog saya jadi teringat bahwa Menwa Indonesia belom punya situs Web yang resmi, jadi saya iseng-iseng bikin blog ini. Mungkin blog ini bisa di manfaatkan bagi selusuh potensi yang ada di Menwa untuk berinteraksi dan menyampaikan pendapatnya. Memang sudah banyak media interaksi bagi Menwa dan Alumni Menwa, terutama lewat milist, tetapi tidak salahnya bila di tunjang juga dengan media ini. Blog ini akan saya set terbuka, jadi bagi siapa saja yang akan berpendapat dan berkomentar bisa posting disini. Mungkin sebagian materi di millist yang ada juga akan saya copy paste disini. Kiranya demikian dulu, lain kali bisa di sambung.